Spread the love

Bila keluarga-keluarga di Ponorogo menjadi hebat, maka Ponorogo juga akan hebat. Jadi, kalau mau Ponorogo menjadi benar-benar hebat, mari awali dengan menciptakan keluarga yang hebat kualitasnya untuk Ponorogo Bermartabat.

 

(oleh : Yeni Yuni Astuti, S.Sos., Penyuluh KB di Dinas PP dan KB Kabupaten Ponorogo)
Yeni Yuni Astuti S.Sos.

Sejak awal 2021 hingga saat ini warga Ponorogo tentu tidak asing dengan slogan Ponorogo Hebat dan Bermartabat. Slogan ini pastilah bukan hanya kata untuk memotivasi, akan tetapi adalah sebuah tekad untuk bekerja dan membangun Ponorogo agar menjadi daerah yang maju di berbagai aspek kehidupannya. Tentu, majunya di atas rata-rata.

Di luar sebagai sebuah slogan, ada hal yang tidak bisa ditawar dan sebaiknya menjadi agenda prioritas seluruh warga Ponorogo untuk mewujudkan Ponorogo Hebat Bermartabat yang didengungkan Pemerintah Kabupaten Ponorogo di bawah kepemimpinan Bupati Sugiri Sancoko dan Wabupnya Lisdyarita saat ini.

Apakah itu?

Ponorogo sebagai bagian dari Indonesia harus bersiap untuk menghadapi sebuah kondisi yang disebut puncak bonus demografi. Kondisi ini diperkirakan terjadi pada 10 hingga 15 tahun ke depan. Puncak bonus demograsi adalah sebuah kondisi wilayah dengan jumlah penduduk usia produktif jauh lebih banyak dibanding jumlah warga berusia anak-anak dan warga usia lanjut. Sehingga, tanggungan warga berusia produktif terhadap warga yang belum produktif atau sudah tidak produktif menjadi lebih ringan.

Komposisi jumlah penduduk usia produktif yang tinggi ini menjanjikan berbagai keuntungan tapi juga macam-macam ancaman. Lalu, bagaimana Ponorogo harus bersikap dengan kondisi ini?

Sejumlah ahli kependudukan di Indonesia memperkirakan, pada kurun waktu tahun 2020-an sampai 2035-an, Indonesia akan mengalami kondisi yang disebut puncak bonus demografi. Yaitu sebuah kondisi di mana proporsi usia produktif sangat besar sehingga beban ketergantungan warga berusia belum produktif dan sudah tidak produktif menjadi rendah.

Pemerintah, dalam PP nomor 87 tahun 2014 menyebutkan bahwa kebijakan nasional perkembangan kependudukan diarahkan untuk menjamin tercapainya kondisi bonus demografi dengan meningkatkan kualitas penduduk, pemberdayaan fungsi keluarga dan memperkuat semangat gotong royong berbasis keluarga.

Oke, mari kita kuliti hal-hal yang patut kita renungkan dalam menghadapi puncak bonus demografi ini. Pertama, di Ponorogo pada 2018 tercatat angka TFR-nya (Total Fertility Rate/rata-rata jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang wanita usia subur) adalah sebesar 2,01. Secara mudah bisa dikatakan, perempuan di Ponorogo yang berusia subur melahirkan dua anak saja.

Kedua, laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Ponorogo di 2018 hanya 0,09 persen per tahun. Laju yang demikian ini akan mengakibatkan perkembangan jumlah penduduk Ponorogo tidak akan mengalami ledakan. Tetap naik, tetapi sangat tipis.

Keduanya merupakan indikasi bahwa bonus demografi benar-benar akan dialami oleh Ponorogo. Sebab, jumlah manusia baru alias bayi-bayi jumlahnya tidak akan besar sedangkan warga usia produktif akan meningkat signifikan.

Bonus demografi menjanjikan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat. Ini mengingat jumlah manusia berusia produktif, 15-64 tahun sangat besar. Orang-orang yang bisa bekerja atau berusaha dan menggerakkan roda perekonomian jumlahnya berlimpah. Dari sini bisa diasumsikan bahwa bonus demografi akan mendorong kesejahteraan warga dan wilayahnya. Tenaga kerja untuk sektor pertanian yang merupakan andalan Ponorogo tidak kekurangan, pekerja untuk sektor industri yang bisa ‘diekspor’ tersedia cukup banyak, dan jumlah mereka yang berpotensi menjadi pengusaha juga cukup besar.

Namun, tingginya jumlah penduduk usia produktif ini tidak serta-merta menjadi bonus berisi kenikmatan. Kondisi ini juga menyimpan sejumlah masalah. Dalam banyak pembahasan, bonus demografi memiliki sejumlah potensi masalah. Masalah itu salah satunya adalah rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM ini dilihat dari setidaknya tiga indikator: kesehatan, pendidikan, dan ekonomi.

Faktor kesehatan menjadi ancaman bagi bonus demografi jika manusia usia produktifnya memiliki kebiasaan-kebiasaan tidak baik yang berakibat pada buruknya tingkat kesehatannya. Misalnya, kebiasaan merokok, mengonsumsi minuman keras dan narkoba yang bisa berakibat pada penurunan jumlah angkatan kerja. Hal ini karena manusia pada usia produktif yang ada akan berubah menjadi tidak produktif. Sederhananya, baru usia 30-an tahun tapi sudah sakit-sakitan dan lain sebagainya.

Faktor pendidikan menjadi ancaman bagi bonus demografi bila ternyata warganya mengalami pendidikan yang rendah. Pendidikan rendah bakal mengakibatkan banyak masyakat yang menganggur karena banyak penduduk usia produktif yang tidak dapat bekerja secara maksimal. Warga dalam usia produktif yang berpendidikan rendah tidak akan terserap dengan baik di dunia kerja maupun menciptakan peluang usaha.

Faktor kondisi ekonomi juga menjadi penentu suatu negara dapat memaksimalkan bonus demografi. Dengan perekonomian yang baik negara dapat dengan mudah memajukan pendapatan masyarakat. Sebaliknya ekonomi yang buruk akan menjadikan masyarakat tidak memiliki peran di negeri sendiri karena banyaknya investor asing.

Memang benar, negara atau pemerintah dalam tingkatannya masing-masing memiliki peran dalam menyongsong bonus demografi. Akan tetapi yang justru penting sebenarnya adalah andil keluarga-keluarga sebagai pemilik individu-individu dalam suatu masyarakat. Sebab, dari keluargalah sesungguhnya kondisi kesehatan, pendidikan dan ekonomi bermula. Keluarga menjadi entitas penting bagi kehidupan seseorang sejak ia masih kanak-kanak. Melalui keluarga, karakter dan kebiasaan seseorang terbentuk.

Nah, sudah sejak lama Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) merumuskan cara agar keluarga-keluarga sebagai elemen terkecil dalam negara menjadi berkualitas. Rumusan itu adalah keberadaan delapan fungsi keluarga yang tujuannya adalah menciptakan keluarga yang harmonis dan berkualitas.

Kedelapan fungsi tersebut adalah, fungsi agama, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi pembinaan lingkungan.

Kembali ke pertanyaan, apa yang harus dilakukan oleh Ponorogo? Jawabannya adalah mewujudkan berbagai hal untuk memastikan bahwa keluarga-keluarga dan pemimpin di Ponorogo kembali mengingat fungsi-fungsi ini. Terutama ketika kata Hebat pada slogan Ponorogo Hebat diuraikan satu persatu sesuai huruf penyusunnya. Yaitu Harmonis, Elok, Bergas, Amanah dan Takwa. Karena sebanarnya, delapan fungsi keluarga dan slogan ‘Hebat’ adalah hal yang seiring sejalan untuk membentuk keluarga-keluarga hebat yang hakiki.

Harmonis. Suasana ini tentu bisa didapatkan dalam keluarga bila mampu menjalankan fungsi sosial budaya dan fungsi perlindungan. Fungsi social budaya menanamkan sikap saling menghormati, sopan santun, etika, tata krama, saling tolong menolong dan nilai-nilai lainnya. Sedangkan fungsi perlindungan menjamin bahwa individu-individu dapat saling melindungi dan menenteramkan sehingga tidak ada tindakan diskriminasi, kekerasan, pemaksaan kehendak, dan ketidakadilan, yang membuat ada anggota keluarga yang merasa terancam dan tidak aman.

Dari keluarga yang harmonis ini akan tercipta masyarakat yang harmonis juga. Masyarakat yang jauh dari rasa tidak nyaman dalam semua sisi kehidupan. Dengan menjadi harmonis semua potensi yang ada di dalam masyarakat dapat berkembang optimal sehingga berbanding lurus dengan produktifias dan kesejahteraan anggota masyarakat.

Elok bisa diartikan sebagai bagus, indah dan baik. Fungsi cinta kasih akan memupuk individu untuk tumbuh menjadi manusia yang penuh cinta dan kasih sayang baik kepada keluarganya sendiri maupun kepada orang lain. Sedangkan pada fungsi reproduksi masyarakat diajak untuk mempertahankan keturunannya yang sah secara agama maupun negara melalui perkawinan yang sah. Tentu akan elok ketika setiap keluarga diawali oleh perkawinan atau pernikahan yang terencana.

Bergas atau sehat juga termuat dalam fungsi reproduksi. Yaitu bahwa setiap pasangan usia subur bisa benar-benar memperhatikan kondisi kesehatan suami istri. Baik dalam dalam upaya meneruskan keturunan yang sehat maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Amanah pun masih sangat terkait dengan berbagai fungsi dalam delapan fungsi keluarga. Yaitu fungsi sosialisasi dan pendidikan yang menempatkan keluarga sebagai tempat bagi semua anggotanya untuk bersosialisasi satu dengan yang lainnya, berkomunikasi dan berinteraksi secara sehat dan produktif. Begitu juga keluarga menjadi tempat pertama bagi anggota keluarga mendapat pendidikan, seperti bagaimana cara makan yang baik, tidur, belajar, membaca, menulis, dan lain sebagainya.

Juga fungsi ekonomi yang diharapkan berujung pada kesejahteraan ekonomi turut andil dalam mengokohkan keutuhan, keharmonisan, kebahagiaan, dan kelanggengan keluarga. Untuk itu perlu ada proses pemberdayaan ekonomi dalam keluarga yang saling mendukung. Menguatkan ekonomi keluarga merupakan perwujudan amanah dari orang tua kepada anak-anaknya.

Takwa seiring dengan fungsi agama. Yaitu fungsi yang akan memberi bekal pondasi yang kuat sehingga seorang individu mampu menghindari dari perilaku-perilaku yang merusak.

Kedelapan fungsi keluarga terbukti seiring dengan slogan Ponorogo Hebat. Keduanya bisa menjadi pedoman untuk membentuk keluarga yang berkualitas, keluarga yang hebat. Menurut UU No. 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Mengapa harus keluarga berkualitas? Sebab dari keluarga yang berkualitas akan lahir individu-individu yang tangguh dan mampu berkarya secara optimal. Tangguh maksudnya memiliki derajat kesehatan yang baik, tumbuh dan berkembang dengan baik serta mampu bekerja atau berwirausaha dengan baik.

Keluarga yang berkualitas akan mampu menghadirkan invividu yang berkarakter kuat dan bermental baja. Hal ini merupakan modal penting bagi setiap individu untuk mendapat kepercayaan dan bertahan dari berbagai ujian dan cobaan hidup. Individu yang demikian tidak akan mudah menyerah dalam kondisi terburuk sekalipun. Keluarga yang berkualitas juga akan mampu melakukan keseimbangan dalam rumah tangganya. Artinya, ketika ada persoalan yang mendatanginya, keluarga akan bisa menanggulanginya.

Bila generasi-generasi baru di Ponorogo lahir dari keluarga yang hebat dan berkualitas, maka dipastikan Ponorogo juga akan lebih hebat dan berkualitas. Sebab dengan kondisi keluarga yang harmonis, maka tingkat kesehatan yang baik dan tingkat pendidikan yang memadai akan bisa dicapai.

Indikator yang paling mudah bahwa Ponorogo lebih hebat adalah meningkatnya kesejahteraan keluarga-keluarga di Ponorogo. Kesejahteraan bukan saja soal pendapatan masing-masing warganya yang tinggi, namun juga tentang terpenuhinya hak-hak dasar masyarakatnya. Ponorogo tentu akan lebih berkualitas bila di dalamnya terdapat orang-orang yang kreatif dan inovatif.

Dan kembali lagi, bila keluarga-keluarga di Ponorogo menjadi hebat, maka Ponorogo juga akan hebat. Jadi, kalau mau Ponorogo menjadi benar-benar hebat, mari awali dengan menciptakan keluarga yang hebat kualitasnya untuk Ponorogo Bermartabat. Tentu saja hal ini bukan hanya tugas para pemimpin, tapi juga seluruh warga Ponorogo tercinta.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *