“Ya kalau harganya lebih rendah ya nggak apa-apa lah, mau saja. Kemungkinan kualitasnya menurun, karena kalau pakai kedelai impor kan lebih maksimal hasilnya,” ujar Kusaini, Jumat (15/1/2021).
Kusaini berharap, operasi pasar kedelai segera terealisasi meski jenisnya kedelai lokal. Sedangkan setiap hari, ia memproduksi tempe berbahan dasar kedelai impor.
”Harga kedelai impor terus naik, terpaksa untuk ukuran tempenya saya kecilkan sedikit, dengan harga tetap Rp4.000 per potong,” ujarnya.
Kusaini mengaku, selama pandemi ini, produksi tempe yang ia hasilkan menurun drastis. Mengingat harga kedelai di pasaran tidak stabil. ia mengaku khawatir, usaha yang telah ia rintis sejak 1999 itu akan gulung tikar.
Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan Kota Madiun, Ansar Rasidi mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan kelurahan untuk melakukan rekapitulasi jumlah pengrajin tahu dan tempe. Termasuk jumlah kebutuhan kedelai. Data akan dihimpun pada Senin (18/1/2021) yang selanjutnya diserahkan ke Disperindag Jatim.
Ansar menyebut, kemungkinan jenis kedelai yang akan dijadikan komoditas operasi pasar adalah kedelai lokal karena stok kedelai impor terbatas. Harganya pun ketika dilakukan operasi pasar dipatok lebih rendah yakni sekitar Rp8.000 per kg dibanding harga di pasaran yang saat ini berkisar Rp10.000 per kg. Sedangkan harga kedelai impor di Kota Madiun sekitar Rp9.000 hingga Rp9.500 per kg. (KP006)