Spread the love

Hari Raya Idul Fitri tinggal menghitung hari. Berbagai sajian dan makanan kecil kekinian termasuk camilan khas lebaran sudah disiapkan.

Tak terkecuali rengginang. Sebuah makanan tradisional yang ternyata masih dirindukan banyak orang. Betapa tidak, camilan yang satu ini masih selalu hadir di antara kue-kue lebaran.

Berbahan dasar dari beras ketan dengan rasa gurih dan kriuk renyah saat digigit membuat lidah ingin selalu menguyahnya. Apalagi saat ini rengginang tak hanya memiliki rasa original, seiring perkembangan zaman rengginang kini memiliki berbagai rasa, mulai dari rasa gurih, bawang, dan manis.

Sadijem, 68, warga Kelurahan Krajan, Kecamatan Mejayan, Kabupaten Madiun adalah legenda hidup keberadaan rengginang di Madiun. Perempuan renta ini sudah menekuni usaha membuat jajanan khas lebaran ini sejak tahun 1969.

Asam garam selama membuka usahanya sudah ia rasakan. Mulai dari, persaingan usaha dan pemasaran sudah dialami oleh Sadijem. Usaha yang ia dirikan bersama keluarganya ini, pada masanya memang sempat melambungkan namanya dalam bisnis kuliner, khusuasnya usaha membuat jajanan.

“Wkaktu itu, di Caruban belum ada yang membuat usaha jajajanan rengginang. Saya bersama keluarga pada aaat itu, termasuk pelopor usaha pembuat jajanan rengginang di Caruban. Semua pedagang, mulai dari berbagai toko kelontong, pedagang di pasar Caruban, banyak yang pesan ke saya,” beber Sadijem.

Sadijem menjelaskan, pada waktu itu, modal awal dulu Rp40 dan Rp25 rupiah untuk beli beras ketan.

“Sekarang harga ketan sudah Rp17ribu sampai Rp 18 ribu perkilogramnya,” katanya.

Sedangkan harga saat ini, untuk 10 buah rangginang dihargai Rp6.000 .”Bagaimana lagi, mengingat harga minyak goreng terus naik,” ujar Sadijem.

Usaha yang Sadijem rintis sudah banyak dikenal dan banyak memiliki pelanggan, hingga membuat orang lain pun ikut-ikutan membuat jajanan rengginang sepert ini.

Meski akhirnya banyak pesaing yang bermunculan, tak membuat Sadijem patah semangat. Justru hal itu semakin menambah penyemangat dalam berdagang. Guna mempertahankan pelanggannya, dirinya mengaku harus mempertahankan cita rasa rengginang yang ia buat.

Menurutnya, para pelanggan sudah sangat mengenal dan menyukai jajanan rengginang yang ia buat karena terkenal rasaya yang gurih.

” Pada tahun 70 an hingga 90 an, dalam sehari saya bisa membuat rengginang menghabiskan ketan 15 sampai 20 kilogram.” kata Sadijem.

Seiring usia yang kini sudah semakin senja, nenek yang kini sudah memiliki cucu 14 ini, membuat jajanan rengginang kini hanya untuk sambilan saja.

“Kalau pelanggn masih ada, yakni pedagang di pasar Caruban baru. Kadang juga ada pembeli yang datang langsung kerumah untuk pesan yang sudah digoreng,” Ujar Sadijem.

Sembari menata jajanan rengginang yang ia keringkan, ia bercerita dan mengenang semua perjalanan hidupnya.


“Ya Alhamdulilah, dari usaha ini saya bisa membiayai dan menyekolahkan anak-anak saya sampai ke tingkat SMU semuanya,” ujarnya.

Disinggung proses pembuatan rengginang, Sadijem pun menjelaskan, bahwa rengginan dibuat dengan cara manual dan tidak menggunakan bahan kimia atau pengawet.

“Jadi rengginang buatan saya dijamin aman untuk dikonsumsi.”imbuhnya.

Meski tanpa bahan pengawet, rengginang yang sudah kering bisa bertahan lebih dari setahun dan cocok buat oleh-oleh.

“Nggak pakai pengawet tapi tahan lama, bisa untuk oleh-oleh. Biasanya orang yang mudik juga bawa buat oleh-oleh,” kata Sadijem.

Sebelum dicetak menjadi rengginang, beras ketan dicuci hingga bersih dan direndam selama 2 sampai 3 jam. Setelah itu beras ketan dikukus hingga matang.

“Setelah matang langsung dicetak pakai cetakan bambu kemudian dijemur sampai kering dan selanjutnya digoreng,” pungkasnya.(rio/yog)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *